Hasil riset tentang kota Malang ada satu data yang cukup menggelitik untuk disimak, yakni masa ketika pertama kali wilayah Malang mengalami pemekaran di era 1890 an, dan dijaman ini topeng malang dikembangkan dengan lebih rapih. Dimasa ini Malang mengalami pertumbuhan besar dan menggeliat secara ekonomi dan politk yang terus berlanjut saat perang kemerdekaan dijaman penjajahan Belanda hingga penjajahan Jepang sampai kemerdekaan. Malang ditahun 1890 dipegang oleh bupati ke 4 yakni Raden Adipati Soerjoadiningrat II 1898-1934 (atau RAA Soerioadiningrat ke 2, atau nama aslinya Raden Bagoes Mohammad Sarip). Dibawah RAA Soerioadiningrat 2, kesenian topeng Malang mengalami kemajuan yang bagus dan diberikan standarisasi yang lebih baik. Soerjoadiningrat yang juga membangun mesjid jami' Malang raya ini, dia bersama abdi dalemnya dikabupaten yang juga seorang dalang Topeng Malang yakni Mbah Reni kemudian memajukan kesenian topeng Malang dan dijadikan acara kesenian resmi di Kabupaten Malang.
Sumber foto:
* Milik keluarga Brotodiningrat
* Koleksi KITLV
Sumber link: 1, 2,
Rangkuman dari link diatas:
Topeng Malang menurut sahibul hikayat muncul dijaman raja Airlangga. Lalu kesenian ini tetap eksis dijaman Ken Arok berkuasa di Singasari.
Berdasarkan beberapa catatan sejarah, Topeng Malang adalah sebuah kesenian kuno yang usianya lebih tua dari Kota Malang rumah tinggalnya kini. Berita tentang adanya istilah drama tari topeng atau atapukan dimuat dalam prasasti Jaha yang berangka tahun 762 Saka atau 840 masehi masih menggunakan sumber lakon dari Epos Ramayana gubahan dinasti raja-raja mataram Kuno abad VIII.
Pada masa kejayaan kerajaan Singasari sewaktu pemerintahan Kertanegara muncul cerita baru dalam seni pertunjukan Topeng yaitu Sastra Panji, abad XIII. Murgiyanto dan Munardi dalam penelitiannya menyebutkan bahwa awal mula dikenalnya tari topeng di wilayah Malang terjadi pada abad ke-13 Masehi, yaitu pada periode pemerintahan raja Kertanegara . Sejak saat itulah seni tari topeng yang berada di daerah Malang dinamakan sebagai tari Topeng Malang.
Adapun bukti mengenai keberadaan tari topeng di masa kerajaan Singosari adalah adanya relief di beberapa
candi peninggalan kerajaan Singosari. Dalam relief tersebut para penari topeng memakai atribut endhong (sayap belakang), rapek (hiasan setengah lingkaran di depan celana, lazim juga disebut pedangan), bara-bara dan irah-irahan (mahkota) yang bentuknya sama dengan kostum tari topeng di masa sekarang.
Menurut catatan Murgiyanto, komunitas tari topeng modern yang tertua adalah di wilayah Tumpang. Kemunculan komunitas ini diawali oleh pengembangan kesenian tari topeng di wilayah kecamatan Tumpang pada pertengahan abad 19-an oleh Mbah Rusman yang terkenal dengan nama Kik Tirto. Nama ini merujuk pada nama Tirtowinoto, dan arti kata “Kik” adalah bapak sehingga nama Kik Tirto berarti bapak dari Tirto . Sekarang di wilayah Tumpang hanya ditemui paguyuban seni tari Mangun Dharmo pimpinan Karen Elizabeth (Ki Soleh) di desa Tulus Besar dan Sri Margo Utomo di desa Glagah Dowo pimpinan Rasimoen.
Menurut data tertulis serta penuturan dari nara sumber, bahwa antara akhir abad XIX sampai XX di kenal seorang seniman tari dan pengukir topeng yang sekaligus dalang topeng yang bernama Kik Reni (kakek Reni). Pada masa mudanya ia bernama Tjondro. Ia termasuk pegawai rendah (abdi dalem) di lingkungan Kadipaten Malang. Rumahnya di desa Polowijen sebelah selatan Singosari (sekarang kelurahan Polowijen Kecamatan Blimbing kota Malang) (Pegaut, 1938).
Nara sumber mantan murid-murid Kek Reni mengatakan bahwa beliau (Kek Reni) bertugas sebagai dalang wayang topeng di Kabupaten Malang pada jaman Bupati Kanjeng Suryo (yang dimaksud adalah bupati ke 6 bernama Suryo Adiningrat yang menjabat tahun 1898-1934). Pada waktu itu pertunjukan topeng dinyatakan sebagai pertunjukan resmi di pendopo Kabupaten Malang (Supriyanto, 1994:7).
Secara khusus Ong Hok Ham menceritakan tentang Reni yang berkaitan dengan tokoh wayang topeng dari Desa Polowijen, seperti dalam kutipan di bawah ini:
In the 1930's a well to do peasant calletl Reni liveed in this village, he was one of the greatest topeng carvers of the Malang style and led one of the best wayang topeng troupers of his time. In today’s woyang topeng world of Malang the village of Polowidjen is best known as Reni's village. ln his day the wayang topeng
achieved one of its high points. This development was certainly partly due to the patronage of the then bupati of Malang, R.A.A. Soeria-adiningrat, who supplied Reni with his matriali (gold laef, , good paint, wood) and helped set artistik standards (Onghokham. 1972).
Pada tahun 1930-an seorang petani kaya yang bernama Reni tinggal di desa ini (Polowidjen). Dia adalah salah satu pembuat topeng terbesar gaya Malang dan pemimpin rombongan wayang topeng terbaik pada masanya. Di dunia wayang topeng Malang, kini desa Polowijen terkenal sebagai desa Reni.Pada masanya, wayang topeng mencapai salah satu titik puncak.Perkembangan ini tentu saja sebagian disebabkan oleh sumbangan dari Bupati Malang pada waktu itu, R.A.A. Soerio Adiningrat, yang menyuplai Reni dengan bahanbahannya (lempengan emas tipis, cat yang baik, kayu), dan membantu menetapkan standar artistik.
Sejak masa popularitas Reni, pertunjukan wayang topeng di daerah Malang telah tersebar di banyak tempat, khususnya di desa-desa.
Nara sumber mantan murid-murid Kek Reni mengatakan bahwa beliau (Kek Reni) bertugas sebagai dalang wayang topeng di Kabupaten Malang pada jaman Bupati Kanjeng Suryo (yang dimaksud adalah bupati ke 6 bernama Suryo Adiningrat yang menjabat tahun 1898-1934). Pada waktu itu pertunjukan topeng dinyatakan sebagai pertunjukan resmi di pendopo Kabupaten Malang (Supriyanto, 1994:7).
Secara khusus Ong Hok Ham menceritakan tentang Reni yang berkaitan dengan tokoh wayang topeng dari Desa Polowijen, seperti dalam kutipan di bawah ini:
In the 1930's a well to do peasant calletl Reni liveed in this village, he was one of the greatest topeng carvers of the Malang style and led one of the best wayang topeng troupers of his time. In today’s woyang topeng world of Malang the village of Polowidjen is best known as Reni's village. ln his day the wayang topeng achieved one of its high points. This development was certainly partly due to the patronage of the then bupati of Malang, R.A.A.Soeria-adiningrat, who supplied Reni with his matriali (gold laef, , goodpaint, wood) and helped set artistik standards (Onghokham. 1972).
Pada tahun 1930-an seorang petani kaya yang bernama Reni tinggal di desa ini (Polowidjen). Dia adalah salah satu pembuat topeng terbesar gaya Malang dan pemimpin rombongan wayang topeng terbaik pada masanya. Di dunia wayang topeng Malang, kini desa Polowijen terkenal sebagai desa Reni.Pada masanya, wayang topeng mencapai salah satu titik puncak.Perkembangan ini tentu saja sebagian disebabkan oleh sumbangan dari Bupati Malang pada waktu itu, R.A.A. Soerio Adiningrat, yang menyuplai Reni dengan bahanbahannya (lempengan emas tipis, cat yang baik, kayu), dan membantu menetapkan standar artistik.
Sumber foto:
* Milik keluarga Brotodiningrat
* Koleksi KITLV
Sumber link: 1, 2,
Rangkuman dari link diatas:
Topeng Malang menurut sahibul hikayat muncul dijaman raja Airlangga. Lalu kesenian ini tetap eksis dijaman Ken Arok berkuasa di Singasari.
Berdasarkan beberapa catatan sejarah, Topeng Malang adalah sebuah kesenian kuno yang usianya lebih tua dari Kota Malang rumah tinggalnya kini. Berita tentang adanya istilah drama tari topeng atau atapukan dimuat dalam prasasti Jaha yang berangka tahun 762 Saka atau 840 masehi masih menggunakan sumber lakon dari Epos Ramayana gubahan dinasti raja-raja mataram Kuno abad VIII.
Pada masa kejayaan kerajaan Singasari sewaktu pemerintahan Kertanegara muncul cerita baru dalam seni pertunjukan Topeng yaitu Sastra Panji, abad XIII. Murgiyanto dan Munardi dalam penelitiannya menyebutkan bahwa awal mula dikenalnya tari topeng di wilayah Malang terjadi pada abad ke-13 Masehi, yaitu pada periode pemerintahan raja Kertanegara . Sejak saat itulah seni tari topeng yang berada di daerah Malang dinamakan sebagai tari Topeng Malang.
Adapun bukti mengenai keberadaan tari topeng di masa kerajaan Singosari adalah adanya relief di beberapa
candi peninggalan kerajaan Singosari. Dalam relief tersebut para penari topeng memakai atribut endhong (sayap belakang), rapek (hiasan setengah lingkaran di depan celana, lazim juga disebut pedangan), bara-bara dan irah-irahan (mahkota) yang bentuknya sama dengan kostum tari topeng di masa sekarang.
Menurut catatan Murgiyanto, komunitas tari topeng modern yang tertua adalah di wilayah Tumpang. Kemunculan komunitas ini diawali oleh pengembangan kesenian tari topeng di wilayah kecamatan Tumpang pada pertengahan abad 19-an oleh Mbah Rusman yang terkenal dengan nama Kik Tirto. Nama ini merujuk pada nama Tirtowinoto, dan arti kata “Kik” adalah bapak sehingga nama Kik Tirto berarti bapak dari Tirto . Sekarang di wilayah Tumpang hanya ditemui paguyuban seni tari Mangun Dharmo pimpinan Karen Elizabeth (Ki Soleh) di desa Tulus Besar dan Sri Margo Utomo di desa Glagah Dowo pimpinan Rasimoen.
Menurut data tertulis serta penuturan dari nara sumber, bahwa antara akhir abad XIX sampai XX di kenal seorang seniman tari dan pengukir topeng yang sekaligus dalang topeng yang bernama Kik Reni (kakek Reni). Pada masa mudanya ia bernama Tjondro. Ia termasuk pegawai rendah (abdi dalem) di lingkungan Kadipaten Malang. Rumahnya di desa Polowijen sebelah selatan Singosari (sekarang kelurahan Polowijen Kecamatan Blimbing kota Malang) (Pegaut, 1938).
Nara sumber mantan murid-murid Kek Reni mengatakan bahwa beliau (Kek Reni) bertugas sebagai dalang wayang topeng di Kabupaten Malang pada jaman Bupati Kanjeng Suryo (yang dimaksud adalah bupati ke 6 bernama Suryo Adiningrat yang menjabat tahun 1898-1934). Pada waktu itu pertunjukan topeng dinyatakan sebagai pertunjukan resmi di pendopo Kabupaten Malang (Supriyanto, 1994:7).
Secara khusus Ong Hok Ham menceritakan tentang Reni yang berkaitan dengan tokoh wayang topeng dari Desa Polowijen, seperti dalam kutipan di bawah ini:
In the 1930's a well to do peasant calletl Reni liveed in this village, he was one of the greatest topeng carvers of the Malang style and led one of the best wayang topeng troupers of his time. In today’s woyang topeng world of Malang the village of Polowidjen is best known as Reni's village. ln his day the wayang topeng
achieved one of its high points. This development was certainly partly due to the patronage of the then bupati of Malang, R.A.A. Soeria-adiningrat, who supplied Reni with his matriali (gold laef, , good paint, wood) and helped set artistik standards (Onghokham. 1972).
Pada tahun 1930-an seorang petani kaya yang bernama Reni tinggal di desa ini (Polowidjen). Dia adalah salah satu pembuat topeng terbesar gaya Malang dan pemimpin rombongan wayang topeng terbaik pada masanya. Di dunia wayang topeng Malang, kini desa Polowijen terkenal sebagai desa Reni.Pada masanya, wayang topeng mencapai salah satu titik puncak.Perkembangan ini tentu saja sebagian disebabkan oleh sumbangan dari Bupati Malang pada waktu itu, R.A.A. Soerio Adiningrat, yang menyuplai Reni dengan bahanbahannya (lempengan emas tipis, cat yang baik, kayu), dan membantu menetapkan standar artistik.
Sejak masa popularitas Reni, pertunjukan wayang topeng di daerah Malang telah tersebar di banyak tempat, khususnya di desa-desa.
Nara sumber mantan murid-murid Kek Reni mengatakan bahwa beliau (Kek Reni) bertugas sebagai dalang wayang topeng di Kabupaten Malang pada jaman Bupati Kanjeng Suryo (yang dimaksud adalah bupati ke 6 bernama Suryo Adiningrat yang menjabat tahun 1898-1934). Pada waktu itu pertunjukan topeng dinyatakan sebagai pertunjukan resmi di pendopo Kabupaten Malang (Supriyanto, 1994:7).
Secara khusus Ong Hok Ham menceritakan tentang Reni yang berkaitan dengan tokoh wayang topeng dari Desa Polowijen, seperti dalam kutipan di bawah ini:
In the 1930's a well to do peasant calletl Reni liveed in this village, he was one of the greatest topeng carvers of the Malang style and led one of the best wayang topeng troupers of his time. In today’s woyang topeng world of Malang the village of Polowidjen is best known as Reni's village. ln his day the wayang topeng achieved one of its high points. This development was certainly partly due to the patronage of the then bupati of Malang, R.A.A.Soeria-adiningrat, who supplied Reni with his matriali (gold laef, , goodpaint, wood) and helped set artistik standards (Onghokham. 1972).
Pada tahun 1930-an seorang petani kaya yang bernama Reni tinggal di desa ini (Polowidjen). Dia adalah salah satu pembuat topeng terbesar gaya Malang dan pemimpin rombongan wayang topeng terbaik pada masanya. Di dunia wayang topeng Malang, kini desa Polowijen terkenal sebagai desa Reni.Pada masanya, wayang topeng mencapai salah satu titik puncak.Perkembangan ini tentu saja sebagian disebabkan oleh sumbangan dari Bupati Malang pada waktu itu, R.A.A. Soerio Adiningrat, yang menyuplai Reni dengan bahanbahannya (lempengan emas tipis, cat yang baik, kayu), dan membantu menetapkan standar artistik.
0 Response to "Kisah topeng Malangan ditahun 1890 ke 1900 an "
Posting Komentar